Mengungkapkan
sejarah perjuangan Darul Islam di Indonesia, sama pentingnya dengan
mengungkapkan kebenaran. Sebab perjalanan sejarah gerakan ini telah banyak
dimanipulasi, bahkan berusaha ditutup-tutupi oleh penguasa. Rezim orde lama dan
kemudian orde baru, mengalami sukses besar dalam
membohongi serta menyesatkan kaum muslimin khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya dalam memahami sejarah masa lalu negeri ini.
membohongi serta menyesatkan kaum muslimin khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya dalam memahami sejarah masa lalu negeri ini.
Selama ini kita
telah tertipu membaca buku-buku sejarah serta berbagai publikasi sejarah
perjuangan umat Islam diIndonesia.Sukses besar yang diperoleh dua rezim
penguasa di Indonesia dalam mendistorsi sejarah Darul Islam, adalah munculnya
trauma politik di kalangan umat Islam. Hampir
seluruh kaum muslimin di negeri ini, memiliki semangat untuk memperjuangkan agamanya, bahkan seringkali terjadi hiruk pikuk di ruang diskusi maupun seminar untuk hal tersebut. Tetapi begitu tiba-tiba memasuki pembicaraan menyangkut perlunya mendirikan Negara Islam, kita akanmenyaksikan
segera setelah itu mereka akan menghindar dan bungkam seribu bahasa.
seluruh kaum muslimin di negeri ini, memiliki semangat untuk memperjuangkan agamanya, bahkan seringkali terjadi hiruk pikuk di ruang diskusi maupun seminar untuk hal tersebut. Tetapi begitu tiba-tiba memasuki pembicaraan menyangkut perlunya mendirikan Negara Islam, kita akanmenyaksikan
segera setelah itu mereka akan menghindar dan bungkam seribu bahasa.
Di masa akhir-akhir
ini, bahkan semakin banyak tokoh-tokoh Islam yang menampakkan ketakutannya
terhadap persoalan Negara Islam. Mantan Ketua Umum PBNU, K.H. Abdurrahman Wahid misalnya, secara terus terang bahkan mengatakan : "Musuh
utama saya adalah Islam kanan, yaitu mereka yang menghendaki Indonesia
berdasarkan Islam dan menginginkan berlakunya syari'at Islam".
(Republika, 22 September 1998, hal. 2 kolom 5). Selanjutnya ia katakan : "Kita akan menerapkan sekularisme, tanpa mengatakan hal itu sekularisme".
(Republika, 22 September 1998, hal. 2 kolom 5). Selanjutnya ia katakan : "Kita akan menerapkan sekularisme, tanpa mengatakan hal itu sekularisme".
Salah satu partai
berasas Islam yang lahir di era reformasi ini, malah tidak bisa menyembunyikan
ketakutannya sekalipun dibungkus dalam retorika melalui slogan gagah:
"Kita tidak memerlukan negara Islam. Yang penting adalah negara yang
Islami". Bahkan, dalam suatu pidato politik, presiden partai
tersebut mengatakan: "Bagi kita tidak masalah, apakah pemimpin itu muslim atau bukan, yang penting dia mampu mengaplikasikan nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan".
tersebut mengatakan: "Bagi kita tidak masalah, apakah pemimpin itu muslim atau bukan, yang penting dia mampu mengaplikasikan nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan".
Demikian besar
ketakutan kaum muslimin terhadap issu negara Islam, melebihi ketakutan
orang-orang kafir dan sekuler, sampai-sampai mereka tidak menyadari bahwa
segala isme (faham) atau pun Ideologi di dunia ini berjuang meraih kekuasaan
untuk mendirikan negara berdasarkan isme atau ideologi
yang dianutnya.
yang dianutnya.
Selama 32 tahun
berkuasanya rezim Soeharto, sosialisasi tentang Negara Islam Indonesia seakan
terhenti. Oleh karena itu adanya bedah buku atau pun terbitnya buku-buku yang
mengungkapkan manipulasi sejarah ini, merupakan perbuatan luhur dalam
meluruskan distorsi sejarah yang selama
bertahun-tahun menjadi bagian dari khazanah sejarah bangsa.
bertahun-tahun menjadi bagian dari khazanah sejarah bangsa.
Sejak berdirinya
Republik Indonesia, rakyat negeri umumnya, telah ditipu oleh penguasa, hingga
saat sekarang. Umat Islam yang menduduki jumlah mayoritas telah disesatkan
pemahaman sejarah perjuangan Islam itu sendiri.
Sudah seharusnya, di masa reformasi ini, umat Islam menyadari bahwa di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang berusaha membangun supremasi Islam, yaitu Negara Islam Indonesia yang berhasil diproklamasikan, 7 Agustus 1949, dan berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13
tahun lamanya (1949-1962). Namun rezim yang berkuasa telah memanipulasi sejarah tersebut dengan seenaknya, sehingga umat Islam sendiri tidak mengenal dengan jelas sejarah masa lalunya.
Sudah seharusnya, di masa reformasi ini, umat Islam menyadari bahwa di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang berusaha membangun supremasi Islam, yaitu Negara Islam Indonesia yang berhasil diproklamasikan, 7 Agustus 1949, dan berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13
tahun lamanya (1949-1962). Namun rezim yang berkuasa telah memanipulasi sejarah tersebut dengan seenaknya, sehingga umat Islam sendiri tidak mengenal dengan jelas sejarah masa lalunya.
Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo, adalah sebuah nama yang cukup problematis dan kontroversial di
negara Indonesia, dari dulu hingga saat ini. Bahwa dia dikenal sebagai
pemberontak, harus kita luruskan.Bukan saja demi membetulkan fakta sejarah yang
keliru atau sengaja dikelirukan, tetapi juga supaya kezaliman sejarah tidak
terus berlanjut terhadap seorang tokoh yang seharusnya dihormati.
Semasa Orla berkuasa
(1947-1949) yang merupakan puncaknya perjuangan Negara Islam Indonesia, SM.
Kartosuwiryo memang dikenal sebagai pemberontak. Tetapi fakta yang sebenarnya
adalah, Kartosuwiryo sesungguhnya tokoh penyelamat bagi bangsa Indonesia, lebih
dari apa yang dilakukan oleh Soekarno dan tokoh tokoh nasionalis lainnya. Pada
waktu Soekarno bersama tentara Republik
pindah ke Yogyakarta sebagai akibat dari perjanjian Renville, yang menyebutkan bahwa wilayah Indonesia hanya tinggal Yogya dan sekitamya saja, dan wilayah yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia, sehingga pada waktu itu nyaris Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah negara-negara serikat, baik
yang sudah terbentuk, atau pun yang masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan. Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan.
pindah ke Yogyakarta sebagai akibat dari perjanjian Renville, yang menyebutkan bahwa wilayah Indonesia hanya tinggal Yogya dan sekitamya saja, dan wilayah yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia, sehingga pada waktu itu nyaris Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah negara-negara serikat, baik
yang sudah terbentuk, atau pun yang masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan. Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan.
Ketika segala peristiwa
yang telah disebutkan di atas, menggelayuti atmosfir politik Nusantara, pada
saat itu Indonesia dalam keadaan vacuum of power. Pada saat itulah, Soekarno
memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke Yogyakarta berdasarkan perjanjian
Renville. Guna memberi legitimasi Islami, dan untuk rnenipu umat Islam
Indonesia dalam memindahkan pasukan ke Yogya, Soekarno telah memanipuiasi
terminologi al-Qur'an dengan menggunakan istilah "Hijrah" untuk
menyebut pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak Islami dan tidak terkesan
melarikan diri. Namun S.M. Kartosuwiryo
dengan pasukannya tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia berusaha mempertahankan wilayah jawa Barat, dan menamakan Soekarno dan pasukannya sebagai pasukan liar yang kabur dari medan perang.
dengan pasukannya tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia berusaha mempertahankan wilayah jawa Barat, dan menamakan Soekarno dan pasukannya sebagai pasukan liar yang kabur dari medan perang.
Jauh sebelum
kemerdekaan, yaitu pada tahun 1930-an, istilah"hijrah" sudah pernah
diperkenalkan, dan dipergunakan.sebagai metode perjuangan modern yang brillian
oleh S.M. Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap sirah Nabawiyah. Ketika
itu, pada tahun 1934 telah muncul dua metode perjuangan
yaitu cooperatif dan non cooperatif. Metode non cooperatif, artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha menghadapi penguasa yang ada. Metode ini sebenamya dipengaruhi oleh politik SWADESI, politik Mahatma Gandhi dari India. Lalu muncullah S.M. Kartosuwiryo dengan metode Hijrah, sebuah metode yang berusaha membentuk komunitas sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha untuk melawan kekuatan penjajah.
yaitu cooperatif dan non cooperatif. Metode non cooperatif, artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha menghadapi penguasa yang ada. Metode ini sebenamya dipengaruhi oleh politik SWADESI, politik Mahatma Gandhi dari India. Lalu muncullah S.M. Kartosuwiryo dengan metode Hijrah, sebuah metode yang berusaha membentuk komunitas sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha untuk melawan kekuatan penjajah.
Akan tetapi, pada
waktu itu, metode ini dikecam keras oleh Agus Salim, karena menganggap S.M.
Kartosuwiryo menerapkan metode hijrah ini di dalam suatu masyarakat yang belum
melek politik. Sehingga ia kemudian berusaha menanamkan politik dan metode
hijrah itu kepada anggota PSII pada
khususnya. Dengan harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun, Agus Salim menolaknya, karena ia tidak setuju dengan politik tersebut. Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit pemimpin
saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "hijrah" adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik, kemudian berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan kekuatansendiri untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus Salim.
khususnya. Dengan harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun, Agus Salim menolaknya, karena ia tidak setuju dengan politik tersebut. Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit pemimpin
saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "hijrah" adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik, kemudian berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan kekuatansendiri untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus Salim.
Walaupun metode
Hijrah, bagi sebagian tokoh politik saat itu, terlihat mustahil untuk digunakan
sebagai metode perjuangan, namun ternyata dapat berjalan efektif pada tahun
1949 dengan terbentuknya Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan dibawah
bendera Bismillahirrahmaniirrahim. Sehingga pantaslah, jika kita tidak
memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya secara seksama, memunculkan anggapan
bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti adanya negara di dalam negara,
karena Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu dilakukan.
Namun sebenamya jika
kita memahami sejarah secara benar dan adil, maka kedudukan Negara Islam
Indonesia dan RI adalah negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal
wilayah Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada di Jawa
Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa Tengah,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam
Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika belaka,
tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkakali benar, bahwa Negara Islam
Indonesia adalah satu-satunya gerakan rakyat yang disambut demikian meriah di
beberapa daerah di indonesia.
Melihat sambutan
yang gemilang hangat dari saudara muslim lainnya, maka rezim Soekarno berusaha
untuk menghambat tegaknya Negara Islam Indonesia bersama A.H. Nasuion, seorang
tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan hingga sekarang, tetapi ternyata
mempumyai kontribusi yang negatif
dalam perkembangan Negara Islam Indonesia. Dia bersama Soekarno berusaha menutupi segala hal yang memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara lslam Indonesia kembali terangkat dalam masyarakat, seperti penyembunyian tempat eksekusi dan makam mujahid Islam tersebut.
dalam perkembangan Negara Islam Indonesia. Dia bersama Soekarno berusaha menutupi segala hal yang memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara lslam Indonesia kembali terangkat dalam masyarakat, seperti penyembunyian tempat eksekusi dan makam mujahid Islam tersebut.
Nampaklah sekarang
bahwa sebenarnya penguasa Orla dan Orba, telah melakukan kejahatan politik dan
sejarah sekaligus, yang dosanya sangat besar yang rasanya sulit untuk dimaafkan.
Mungkin bisa diumpamakan, hampir sama dengan dosa syirik dalam pengertian
agama, yang merupakan dosa terbesar dalam Islam. Karena prilaku politik yang
mereka pertontonkan, telah menyesatkan masyarakat dalam memahami sejarah
perjuangan Islam di Indonesia dengan sebenarnya. Berbagai rekayasa politik
untuk memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal yang sekecil-kecilnya
mengenai perjuangan serta pribadi S.M. Kartosuwiryo. Seperti pengubahan data
keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya. Semua itu ditujukan agar SMK dan
Negara Islam Indonesia jauh dari ingatan masyarakat.
Sekalipun demikian,
S.M. Kartosuwiryo tidak berusaha membalas tindakan dzalim pemerintah RI. Pernah
suatu ketika Mahkamah Agung (Mahadper) menawarkan untuk mengajukan permohonan grasi
(pengampunan) kepada presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah
dijatuhkan kepadanya
dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab," Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno".
dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab," Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno".
Kenyataan ini pun
telah dimanipulasi. Menurut Holk H. Dengel dalam bukunya berbahasa Jerman, dan
dalam terjemahan Indonesia berjudul: "Darul Islam dan Kartosuwiryo,
Angan-angan yang gagal", mengakui bahwa telah terjadi manipulasi data
sejarah berkenaan dengan sikap Kartosuwiryo menghadapi tawaran grasi tersebut.
Tokoh sekaliber Kartosuwiryo tidak mungkin minta maaf, namun ketika kita baca
dalam terjemahannya yang diterbitkan oleh Sinar Harapan telah diubah
sebaliknya, bahwa Kartosuwiryo meminta ampun kepada Soekamo, dan kita tahu Sinar
Harapan adalah bagian dari kekuatan Kristen yang bahu -membahu dengan penguasa
sekuler dalam mendistorsi sejarah Islam.
Dalam majalah Tempo
1983, pernah dimuat kisah seorang petugas eksekusi S.M. Kartosuwiryo, yang
menggambarkan sikap ketidak pedulian Kartosuwiryo atas keputusan yang
ditetapkan Mahadper RI kepadanya. Ia mengatakan bahwa 3 hari sebelum hukuman
mati dilaksanakan, Kartosuwiryo tertidur nyenyak, padahal petugas eksekusinya
tidak bisa tidur sejak 3 hari sebelum pelaksanaan hukuman mati. Dari sinilah
akhimya diketahui kemudian dimana pusara Kartosuwiryo berada, yaitu di pulau
Seribu.
Usaha untuk
mengungkapkan manipulasi sejarah adalah sangat berat. Satu di antara fakta
sejarah yang dimanipulasi, adalah untuk mengungkap kebenaran tuduhan teks proklamasi
dan UUD Negara Islam Indonesia adalah jiplakan dari proklamasi Soekarno-Hatta.
Yang sebenamya terjadi justru kebalikannya.
Ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom (6 - 9 Mei 1945) S.M. Kartosuwiryo sudah tahu melalui berita radio, sehingga ia berusaha memanfaatkan peluang ini untuk sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia. Ia datang ke Jakarta bersama pasukan Hisbullah dan mengumpulkan massa guna mensosialisasikan kemungkinan berdirinya Negara Islam Indonesia, dan rancangan konsep proklamasi Negara Islam lndonesia kepada masyarakat. Sebagai seorang tokoh nasional yang pernah ditawari sebagai menteri pertahanan muda yang kemudian ditolaknya, melakukan hal ini tentu bukan perkara sulit. Salah satu di antara massa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Sukarni dan Ahmad Subarjo.
Ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom (6 - 9 Mei 1945) S.M. Kartosuwiryo sudah tahu melalui berita radio, sehingga ia berusaha memanfaatkan peluang ini untuk sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia. Ia datang ke Jakarta bersama pasukan Hisbullah dan mengumpulkan massa guna mensosialisasikan kemungkinan berdirinya Negara Islam Indonesia, dan rancangan konsep proklamasi Negara Islam lndonesia kepada masyarakat. Sebagai seorang tokoh nasional yang pernah ditawari sebagai menteri pertahanan muda yang kemudian ditolaknya, melakukan hal ini tentu bukan perkara sulit. Salah satu di antara massa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Sukarni dan Ahmad Subarjo.
Mengetahui banyaknya
dukungan terhadap sosialisasi ini, mereka menculik Soekarno-Hatta ke
Rengasdengklok agar mempercepat proklamasi RI sehingga Negara Islam Indonesia
tidak jadi tegak. Bahkan dalam bukunya, Holk H. Dengel menyebutkan tanggal 14
Agustus 1945 Negara Islam Indonesia telah di proklamirkan, tetapi yang
sebenarnya baru sosialisasi saja. Ketika di Rengasdengklok Soekamo menanyakan
kepada Ahmad Soebardjo, sebagaimana ditulis Mr. Ahmad Soebardjo dalam bukunya "Lahirnya
Republik Indonesia".
Pertanyaan Soekarno itu adalah: "Masih ingatkah saudara, teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar kita ?"
"Ya saya ingat, saya menjawab,"Tetapi tidak lengkap seluruhnya".
"Tidak mengapa," Soekarno bilang, "Kita hanya memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut Proklamasi dan bukan seluruh teksnya".
Soekarno kemudian mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya ucapkan sebagai berikut : "Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan".
Pertanyaan Soekarno itu adalah: "Masih ingatkah saudara, teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar kita ?"
"Ya saya ingat, saya menjawab,"Tetapi tidak lengkap seluruhnya".
"Tidak mengapa," Soekarno bilang, "Kita hanya memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut Proklamasi dan bukan seluruh teksnya".
Soekarno kemudian mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya ucapkan sebagai berikut : "Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan".
Jika kesaksian Ahmad
Soebardjo ini benar, jelas tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa UUD 1945
baru disahkan dan disetujui tanggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi.
Sehingga pertanyaan yang benar semestinya adalah, "Masih ingatkah saudara
akan sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia?" Maka wajarlah jika
naskah Proklamasi RI yang asli terdapat banyak coretan. Jelaslah bahwa ternyata
Soekarno-Hatta yang menjiplak konsep naskah proklamasi Negara Islam Indonesia,
dan bukan sebaliknya. Memang sedikit sejarawan yang mengetahui mengenai
kebenaran sejarah ini. Di antara yang sedikit itu adalah Ahmad Mansyur
Suryanegara, beliau pernah mengatakan bahwa S.M. Kartosuwiryo pernah datang ke
Jakarta pada awal Agustus 1945 bersama pasukan Hizbullah dan Sabilillah.
"Sebenarnya,
sebelum hari-hari menjelang proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945, Kartosuwiryo
telah lebih dahulu menebar aroma deklarasi kemerdekaan Islam, ketika
kedatangannya pada awal bulan Agustus setelah mengetahui bahwa perseteruan
antara Jepang dan Amerika memuncak dan menjadi bumerang bagi Jepang. Ia datang
ke Jakarta bersama dengan beberapa orang pasukan laskar Hisbullah, dan segera
bertemu dengan beberapa elit pergerakan atau kaum nasionalis untuk
memperbincangkan peluang yang mesti diambil guna mengakhiri dan sekaligus
mengubah determinisme sejarah rakyat Indonesia. Untuk memahami mengapa pada
tanggal 16 Agustus pagi Hatta dan Soekamo tidak dapat
ditemukan di Jakarta, kiranya Historical enquiry berikut ini perlu diajukan : Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia? Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno, apakah kamu ingat pembukaan Piagam Jakarta ? Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan kami bangsa Indonesia ...? Bukankah itu sesungguhnya adalah rancangan Proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosuwiryo pada tanggal 13 dan 14 Agustus 1945 kepada mereka ? Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, yaitu Soekarni dan Ahmad Soebardjo, ke garnisun PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah barat kota Karawang, dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan PETA dan HEIHO. Ternyata tidak terjadi suatu pemberontakan pun, sehingga Soekamo dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak. Laksamana Maida mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan bilamana kemerdekaan dicanangkan. Mereka mempersiapkan naskah proklamasi hanya berdasarkan ingatan tentang konsep proklamasi Islam yang dipersiapkan SM. Kartosuwiryo pada awal bulan Agustus 1945. Maka, seingat Soekarni dan Ahmad
Soebardjo, naskah itu didasarkan pada bayang-bayang konsep proklamasi dari S.M. Kartosuwiryo, bukan pada konsep pembukaan UUD 1945 yang dibuat oleh BPUPKI atau PPKI." (Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Isalam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, hal. 65, Pen. Darul Falah, Jakarta).
ditemukan di Jakarta, kiranya Historical enquiry berikut ini perlu diajukan : Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia? Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno, apakah kamu ingat pembukaan Piagam Jakarta ? Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan kami bangsa Indonesia ...? Bukankah itu sesungguhnya adalah rancangan Proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosuwiryo pada tanggal 13 dan 14 Agustus 1945 kepada mereka ? Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, yaitu Soekarni dan Ahmad Soebardjo, ke garnisun PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah barat kota Karawang, dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan PETA dan HEIHO. Ternyata tidak terjadi suatu pemberontakan pun, sehingga Soekamo dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak. Laksamana Maida mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan bilamana kemerdekaan dicanangkan. Mereka mempersiapkan naskah proklamasi hanya berdasarkan ingatan tentang konsep proklamasi Islam yang dipersiapkan SM. Kartosuwiryo pada awal bulan Agustus 1945. Maka, seingat Soekarni dan Ahmad
Soebardjo, naskah itu didasarkan pada bayang-bayang konsep proklamasi dari S.M. Kartosuwiryo, bukan pada konsep pembukaan UUD 1945 yang dibuat oleh BPUPKI atau PPKI." (Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Isalam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, hal. 65, Pen. Darul Falah, Jakarta).
Demikianlah,
berbagai manipulasi sejarah yang ditimpakan kepada Darul Islam dan pemimpinnya,
sedikit demi sedikit mulai tersibak, sehingga dengan ini diharapkan dapat
membuka cakrawala berfikir dan membangun kesadaran historis para pembaca. Lebih
dari itu, upaya mengungkap manipulasi sejarah Negara Islam Indonesia yang
dilakukan semasa orla dan orba oleh para sejarawan merupakan suatu keberanian
yang patut didukung, supaya pembaca mendapatkan informasi yang berimbang dari
apa yang selama ini berkembang luas.
Kami bersyukur
kepada Allah Malikurrahman atas antusiame generasi muda Islam dalam menerima
informasi yang benar dan obyektif mengenai sejarah perjuangan menegakkan Negara
Islam dan berlakunya syari'at Islam di negeri ini. Semoga Allah memberi hidayah
dan kekuatan kepada kita semua, sehingga perjuangan menjadikan hukum Allah
sebagai satu-satunya sumber dari segala sumber
hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara segera terwujud di Indonesia yang, menurut sensus adalah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Amin, Ya Arhamar Rahimin !
hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara segera terwujud di Indonesia yang, menurut sensus adalah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Amin, Ya Arhamar Rahimin !
http://darul_islam.tripod.com/sejarah2.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar